Setya Novanto dilaporkan ke MKD oleh Menteri ESDM, Sudirman Said, terkait pertemuannya dengan Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dan pengusaha Riza Chalid.
Pertemuan itu ditenggarai terkait pemintaan saham PT Freeport Indonesia dan saham proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Timika Papua. Dalam permintaan saham Freeport itu disertai pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Saat sidang, seharusnya dilanjutkan untuk mendengarkan pandangan dua anggota MKD yang tersisa, namun berita mengejutkan datang. Novanto memutuskan mengundurkan diri sebagai Ketua DPR dan mengirim
surat pengunduran diri itu ke MKD.
Menurut salah satu anggota MKD, Maman Imanul Haq, dua anggota MKD tetap menyampaikan pandangannya. Sehingga, hasil akhir adalah 10 anggota menyatakan sanksi sedang, sedangkan tujuh lainnya berat.
Namun, begitu Novanto mengirim surat pengunduran diri, MKD memutuskan menerimanya. Dengan demikian, terhitung sejak Rabu 16 Desember 2015, Setya Novanto dinyatakan berhenti sebagai Ketua DPR periode 2014-2019.
Berikut rangkuman pandangan dari 15 Anggota MKD sebelumnya:
Pelanggaran Etik Sedang
1. Dasrizal Basir (Fraksi Partai Demokrat)
Dasrizal menyatakan Setya Novanto telah melanggar etik sebagai anggota DPR RI, dan pernah diberikan sanksi etik ringan. Atas pertimbangan itu, Dasrizal menyatakan Setya Novanto sepakat diberikan sanksi sedang, dengan diberhentikan sebagai Ketua DPR RI.
2. Guntur Sasono (Fraksi Partai Demokrat)
Guntur menyatakan Setya Novanto telah melanggar etik sebagaimana Tata Tertib DPR Pasal 2 ayat 1 dan 2. Di mana, seorang anggota DPR harus mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dari pada kepentingan pribadi dan golongan.
Guntur sepakat Novanto dijatuhkan sanksi sedang. Mengingat, sebelumnya Novanto telah diberikan sanksi ringan, karena menghadiri kampanye salah satu Calon Presiden AS Donald Trump.
3. Riska Mariska (Fraksi PDI Perjuangan)
Riska menyatakan teradu Setya Novanto telah mengakui adanya pertemuan dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dan pengusaha Riza Chalid.
Dalam persidangan juga terungkap secara gamblang adanya upaya permintaan saham PT Freeport dan saham proyek listrik di Timika. Rentetan pelanggaran ini secara terang benderang menjelaskan pelanggaran kode etik yang dilakukan Setya Novanto sebagaimana Pasal 3 ayat 1 tentang Peraturan Tata Tertib DPR RI.
Atas dasar itu, Riska menyatakan teradu Setya Novanto agar dijatuhi hukuman sedang.
4. Maman Imanul Haq (Fraksi PKB)
Maman menyatakan Setya Novanto telah bersalah karena melakukan pertemuan dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dan pengusaha Riza Chalid. Pertemuan itu di luar tugas dan fungsinya sebagai Ketua DPR RI.
Dalam Tata Tertib DPR, anggota DPR dilarang melakukan hubungan dengan mitra kerja yang berpotensi terjadi korupsi, kolusi dan nepotisme. Maman meminta sidang MKD memberikan sanksi sesuai kadar kesalahannya dengan sanksi sedang.
5. Victor Laiskodat (Fraksi Partai Nasdem)
Victor menyatakan teradu, Setya Novanto telah melakukan pelanggaran dengan memanggil dan melakukan pertemuan dengan pengusaha Riza Chalid serta Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin.
Teradu menjanjikan kelanjutkan kontrak PT Freeport Indonesia serta meminta saham untuk diberikan kepada Presiden dan Wakil Presiden. Teradu juga meminta saham proyek listrik di Timika dan meminta Freeport sebagai investor sekaligus off taker dari proyek tersebut
Perbuatan teradu melanggar ketentuan kode etik DPR RI dan melanggar sumpah jabatannya sebagai Ketua DPR RI. Oleh karenanya, Victor menyatakan teradu Setya Novanto layak diberikan sanksi sedang, berupa pemberhentian dari pimpina DPR dan diumumkan kepada rakyat.
6. Sukiman (Fraksi PAN)
Sukiman berpendapat Setya Novanto telah terbukti sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran etika pertemuan dengan Freeport diluar mekasnisme yang berlaku di DPR, dan membicarakan masalah di luar kewenangannya sebagai pimpinan DPR.
Dalam pertemuan 8 Juni 2015 itu, Novanto menyampaikan cara penyelesaian kontrak Freeport dan memberikan saham kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, sambil meminta saham proyek listrik di Timika.
Selama persidangan MKD, keterangan pengadu, saksi, teradu serta alat bukti juga telah membuktikan perbuatan teradu Setya Novanto melanggar asas kepatutan moral dan etika. Oleh karena itu, Sukiman meminta agar Setya Novanto dapat diberikan sanksi sedang.
7. Ahmad Bakri (Fraksi PAN)
Ahmad Bakri menyatakan Setya Novanto telah nyata melanggar etika sebagai anggota DPR RI, sebagaimana fakta-fakta yang terungkap selama persidangan MKD.
Sesuai aturan harus diberikan sanksi sedang dan diberhentikan sebagai Ketua DPR.
Tidak hanya itu Bakrie juga mempersilahkan lembaga hukum untuk menindaklanjuti permasalahan di ranah hukum lain baik perdata maupun pidana.
8. Sarifuddin Sudding (Fraksi Hanura)
Sarifuddin Sudding berkesimpulan bahwa perbuatan Setya Novanto telah melanggar kode etik sesuai Tata Tertib DPR dan UU MD3. Novanto juga dinilai melanggar sumpah dan jabatannya sebagai Ketua DPR RI.
Sanksi yang akan dijatuhkan kepada Setya Novanto juga mempertimbangkan bahwa Novanto sebelumnya pernah diberikan sanksi ringan. Dengan sanksi itu seharusnya Novanto bersikap hati-hati.
Sudding menyatakan Novanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan Setya Novanto melakukan pelanggaran etik sedang, dan memberhentikan teradu dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI.
9. Junimart Girsang (Fraksi PDI Perjuangan)
Junimart menyatakan Setya Novanto telah melakukan pertemuan dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin dan pengusaha Riza Chalid terjadi di luar pertemuan kedinasan.
Pertemuan itu membicarakan proyek di Freeport dan proyek lainnya, yang bukan merupakan tugas dan kewenangan lembaga legislatif. Junimart menilai Setya Novanto sudah mencampuri tugas eksekutif.
Junimart meminta kepada MKD untuk menjatuhkan sanksi kepada Serta Novanto dengan sanksi sedang.
Pelanggaran Berat
1. Dimyati Natakusumah (Fraksi PPP)
Berdasarkan pertimbangan pakar, ahli, masyarakat dan Ketua Umum PPP, berikut alat bukti rekaman suara, sekali pun sampai saat ini rekaman autentik belum dihadirkan di MKD, Dimyati menyatakan Setya Novanto diindikasikan melanggar kode etik berat. Sehingga, sebaiknya putusannya dicopot dari keanggotan DPR RI.
2. M Prakosa (Fraksi PDI Perjuangan)
Prakosa menyatakan berdasarkan fakta di persidangan ditemukan fakta bahwa teradu Setya Novanto melanggar Undang-Undang MD3 dan Tata Tertib DPR RI Pasal 2 ayat 1, dimana setiap anggota DPR RI dalam tindakannya harus mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi dan golongan.
Atas pertimbangan itu, Prakosa menyatakan Setya Novanto terbukti melanggar kode etik dengan kategori berat. Sesuai Pasal 39 tentang MKD, dalam menangani kasus etik berat dampak sanksi pemberhentian perlu dibentuk panel Ad hoc. Karena itu, dia mengusulkan dewan membentuk panel karena pelanggaran berat yang bepotensi pada pemberhentian.
3. Sufmi Dasco Ahmad (Fraksi Gerindra)
Sufmi Dasco Ahmad, menantang seluruh anggota MKD mengeluarkan keputusan pemberhentian Ketua DPR, Setya Novanto, karena telah melakukan pelanggaran berat etika DPR sesuai Pasal 20 tentang kode etik.
Sufmi merekomendasikan pelanggaran berat terhadap Novanto karena pelanggaran kode etik yang dilakukan Novanto telah terakumulasi dari kasus sebelumnya. Hal ini dinilai harus menjadi perhatian serius agar tidak terulang kembali di kemudian hari.
Karena itu, Sufmi berpendapat kasus Novanto tidak masuk pelanggaran etik sedang, dan menduga sebagai pelanggaran etik berat.
4. Supratman Andi Agtas (Fraksi Gerindra)
Supratman menilai Setya Novanto telah melakukan pelanggaran berat. Dia meminta MKD segera membentuk panel khusus untuk membahas pemberhentian Novanto, karena pelanggaran tersebut.
Dengan adanya panel tersebut, proses pemberhentian Novanto sebagai Ketua DPR dapat dilakukan secara adil dan lebih objektif berdasarkan fakta-fakta yang ada.
5. Adies Kadir (Fraksi Golkar)
Anggota MKD Fraksi Golkar Adies Kadir menilai Ketua DPR, Setya Novanto, terbukti melakukan pelanggaran berat berdasarkan kode etik DPR dan tata beracara MKD. Dugaan pelanggaran kode etik itu diproses MKD atas aduan Menteri ESDM Sudirman Said.
Menurut dia, agar kebenaran hakiki dapat ditegakkan, marwah DPR dapat dikembalikan. Sehingga, masyarakat dapat tahu persis siapa yang salah dari pelanggaran kode etik berat tersebut maka MKD harus membentuk panel adhoc.
6. Ridwan Bae (Fraksi Golkar)
Ridwan sependapat dengan argumentasi sejumlah anggota MKD sebelumnya yang menyatakan pelanggaran Setya Novanto dikategorikan sebagai pelanggaran berat. Ridwan Bae setuju Novanto diberikan sanksi berat.
Dia berharap, sebaiknya MKD membentuk panel yang terdiri dari para ahli, tanpa melibatkan orang-orang politik. Sehingga, dapat membuktikan melalui panel adhoc, sehingga menghasilkan keputusan yang objektif tanpa politisasi
Setya Novanto dilaporkan ke MKD oleh Menteri ESDM, Sudirman Said, terkait pertemuannya dengan Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dan pengusaha Riza Chalid.
Pertemuan itu ditenggarai terkait pemintaan saham PT Freeport Indonesia dan saham proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Timika Papua. Dalam permintaan saham Freeport itu disertai pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Saat sidang, seharusnya dilanjutkan untuk mendengarkan pandangan dua anggota MKD yang tersisa, namun berita mengejutkan datang. Novanto memutuskan mengundurkan diri sebagai Ketua DPR dan mengirim surat pengunduran diri itu ke MKD.
Menurut salah satu anggota MKD, Maman Imanul Haq, dua anggota MKD tetap menyampaikan pandangannya. Sehingga, hasil akhir adalah 10 anggota menyatakan sanksi sedang, sedangkan tujuh lainnya berat.
Namun, begitu Novanto mengirim surat pengunduran diri, MKD memutuskan menerimanya. Dengan demikian, terhitung sejak Rabu 16 Desember 2015, Setya Novanto dinyatakan berhenti sebagai Ketua DPR periode 2014-2019.
Berikut rangkuman pandangan dari 15 Anggota MKD sebelumnya:
Pelanggaran Etik Sedang
1. Dasrizal Basir (Fraksi Partai Demokrat)
Dasrizal menyatakan Setya Novanto telah melanggar etik sebagai anggota DPR RI, dan pernah diberikan sanksi etik ringan. Atas pertimbangan itu, Dasrizal menyatakan Setya Novanto sepakat diberikan sanksi sedang, dengan diberhentikan sebagai Ketua DPR RI.
2. Guntur Sasono (Fraksi Partai Demokrat)
Guntur menyatakan Setya Novanto telah melanggar etik sebagaimana Tata Tertib DPR Pasal 2 ayat 1 dan 2. Di mana, seorang anggota DPR harus mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dari pada kepentingan pribadi dan golongan.
Guntur sepakat Novanto dijatuhkan sanksi sedang. Mengingat, sebelumnya Novanto telah diberikan sanksi ringan, karena menghadiri kampanye salah satu Calon Presiden AS Donald Trump.
3. Riska Mariska (Fraksi PDI Perjuangan)
Riska menyatakan teradu Setya Novanto telah mengakui adanya pertemuan dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dan pengusaha Riza Chalid.
Dalam persidangan juga terungkap secara gamblang adanya upaya permintaan saham PT Freeport dan saham proyek listrik di Timika. Rentetan pelanggaran ini secara terang benderang menjelaskan pelanggaran kode etik yang dilakukan Setya Novanto sebagaimana Pasal 3 ayat 1 tentang Peraturan Tata Tertib DPR RI.
Atas dasar itu, Riska menyatakan teradu Setya Novanto agar dijatuhi hukuman sedang.
4. Maman Imanul Haq (Fraksi PKB)
Maman menyatakan Setya Novanto telah bersalah karena melakukan pertemuan dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dan pengusaha Riza Chalid. Pertemuan itu di luar tugas dan fungsinya sebagai Ketua DPR RI.
Dalam Tata Tertib DPR, anggota DPR dilarang melakukan hubungan dengan mitra kerja yang berpotensi terjadi korupsi, kolusi dan nepotisme. Maman meminta sidang MKD memberikan sanksi sesuai kadar kesalahannya dengan sanksi sedang.
5. Victor Laiskodat (Fraksi Partai Nasdem)
Victor menyatakan teradu, Setya Novanto telah melakukan pelanggaran dengan memanggil dan melakukan pertemuan dengan pengusaha Riza Chalid serta Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin.
Teradu menjanjikan kelanjutkan kontrak PT Freeport Indonesia serta meminta saham untuk diberikan kepada Presiden dan Wakil Presiden. Teradu juga meminta saham proyek listrik di Timika dan meminta Freeport sebagai investor sekaligus off taker dari proyek tersebut
Perbuatan teradu melanggar ketentuan kode etik DPR RI dan melanggar sumpah jabatannya sebagai Ketua DPR RI. Oleh karenanya, Victor menyatakan teradu Setya Novanto layak diberikan sanksi sedang, berupa pemberhentian dari pimpina DPR dan diumumkan kepada rakyat.
6. Sukiman (Fraksi PAN)
Sukiman berpendapat Setya Novanto telah terbukti sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran etika pertemuan dengan Freeport diluar mekasnisme yang berlaku di DPR, dan membicarakan masalah di luar kewenangannya sebagai pimpinan DPR.
Dalam pertemuan 8 Juni 2015 itu, Novanto menyampaikan cara penyelesaian kontrak Freeport dan memberikan saham kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, sambil meminta saham proyek listrik di Timika.
Selama persidangan MKD, keterangan pengadu, saksi, teradu serta alat bukti juga telah membuktikan perbuatan teradu Setya Novanto melanggar asas kepatutan moral dan etika. Oleh karena itu, Sukiman meminta agar Setya Novanto dapat diberikan sanksi sedang.
7. Ahmad Bakri (Fraksi PAN)
Ahmad Bakri menyatakan Setya Novanto telah nyata melanggar etika sebagai anggota DPR RI, sebagaimana fakta-fakta yang terungkap selama persidangan MKD.
Sesuai aturan harus diberikan sanksi sedang dan diberhentikan sebagai Ketua DPR.
Tidak hanya itu Bakrie juga mempersilahkan lembaga hukum untuk menindaklanjuti permasalahan di ranah hukum lain baik perdata maupun pidana.
8. Sarifuddin Sudding (Fraksi Hanura)
Sarifuddin Sudding berkesimpulan bahwa perbuatan Setya Novanto telah melanggar kode etik sesuai Tata Tertib DPR dan UU MD3. Novanto juga dinilai melanggar sumpah dan jabatannya sebagai Ketua DPR RI.
Sanksi yang akan dijatuhkan kepada Setya Novanto juga mempertimbangkan bahwa Novanto sebelumnya pernah diberikan sanksi ringan. Dengan sanksi itu seharusnya Novanto bersikap hati-hati.
Sudding menyatakan Novanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan Setya Novanto melakukan pelanggaran etik sedang, dan memberhentikan teradu dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI.
9. Junimart Girsang (Fraksi PDI Perjuangan)
Junimart menyatakan Setya Novanto telah melakukan pertemuan dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin dan pengusaha Riza Chalid terjadi di luar pertemuan kedinasan.
Pertemuan itu membicarakan proyek di Freeport dan proyek lainnya, yang bukan merupakan tugas dan kewenangan lembaga legislatif. Junimart menilai Setya Novanto sudah mencampuri tugas eksekutif.
Junimart meminta kepada MKD untuk menjatuhkan sanksi kepada Serta Novanto dengan sanksi sedang.
Pelanggaran Berat
1. Dimyati Natakusumah (Fraksi PPP)
Berdasarkan pertimbangan pakar, ahli, masyarakat dan Ketua Umum PPP, berikut alat bukti rekaman suara, sekali pun sampai saat ini rekaman autentik belum dihadirkan di MKD, Dimyati menyatakan Setya Novanto diindikasikan melanggar kode etik berat. Sehingga, sebaiknya putusannya dicopot dari keanggotan DPR RI.
2. M Prakosa (Fraksi PDI Perjuangan)
Prakosa menyatakan berdasarkan fakta di persidangan ditemukan fakta bahwa teradu Setya Novanto melanggar Undang-Undang MD3 dan Tata Tertib DPR RI Pasal 2 ayat 1, dimana setiap anggota DPR RI dalam tindakannya harus mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi dan golongan.
Atas pertimbangan itu, Prakosa menyatakan Setya Novanto terbukti melanggar kode etik dengan kategori berat. Sesuai Pasal 39 tentang MKD, dalam menangani kasus etik berat dampak sanksi pemberhentian perlu dibentuk panel Ad hoc. Karena itu, dia mengusulkan dewan membentuk panel karena pelanggaran berat yang bepotensi pada pemberhentian.
3. Sufmi Dasco Ahmad (Fraksi Gerindra)
Sufmi Dasco Ahmad, menantang seluruh anggota MKD mengeluarkan keputusan pemberhentian Ketua DPR, Setya Novanto, karena telah melakukan pelanggaran berat etika DPR sesuai Pasal 20 tentang kode etik.
Sufmi merekomendasikan pelanggaran berat terhadap Novanto karena pelanggaran kode etik yang dilakukan Novanto telah terakumulasi dari kasus sebelumnya. Hal ini dinilai harus menjadi perhatian serius agar tidak terulang kembali di kemudian hari.
Karena itu, Sufmi berpendapat kasus Novanto tidak masuk pelanggaran etik sedang, dan menduga sebagai pelanggaran etik berat.
4. Supratman Andi Agtas (Fraksi Gerindra)
Supratman menilai Setya Novanto telah melakukan pelanggaran berat. Dia meminta MKD segera membentuk panel khusus untuk membahas pemberhentian Novanto, karena pelanggaran tersebut.
Dengan adanya panel tersebut, proses pemberhentian Novanto sebagai Ketua DPR dapat dilakukan secara adil dan lebih objektif berdasarkan fakta-fakta yang ada.
5. Adies Kadir (Fraksi Golkar)
Anggota MKD Fraksi Golkar Adies Kadir menilai Ketua DPR, Setya Novanto, terbukti melakukan pelanggaran berat berdasarkan kode etik DPR dan tata beracara MKD. Dugaan pelanggaran kode etik itu diproses MKD atas aduan Menteri ESDM Sudirman Said.
Menurut dia, agar kebenaran hakiki dapat ditegakkan, marwah DPR dapat dikembalikan. Sehingga, masyarakat dapat tahu persis siapa yang salah dari pelanggaran kode etik berat tersebut maka MKD harus membentuk panel adhoc.
6. Ridwan Bae (Fraksi Golkar)
Ridwan sependapat dengan argumentasi sejumlah anggota MKD sebelumnya yang menyatakan pelanggaran Setya Novanto dikategorikan sebagai pelanggaran berat. Ridwan Bae setuju Novanto diberikan sanksi berat.
Dia berharap, sebaiknya MKD membentuk panel yang terdiri dari para ahli, tanpa melibatkan orang-orang politik. Sehingga, dapat membuktikan melalui panel adhoc, sehingga menghasilkan keputusan yang objektif tanpa politisasi.
Editor : Zenal Manurung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar